MELACAK SEJARAH KELAHIRAN IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH (IMM)


MELACAK PROSES 
SEJARAH KELAHIRAN IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH(IMM)


Oleh: Noor Chozin Agham
Mantan Ketua DPD IMM DKI Jakarta

Sesungguhnya,ada dua factor integral yang mendasari kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah,yaitu factor intern dan factor ekstern.Faktor intern,yaitu factor yang terdapat dalam diri Muhammadiyah itu sendiri.Sedangkan factor ekstern yaitu factor yang dating dari luar muhammadiyah,khususnya umat islam dan umumnya apa yang terjadi di Indonesia,yang masing-masing factor tersebut akan diurai dengan singkat di bawah ini.

1.Faktor Interen


Faktor Interen ini sebenarnya lebih dominan dalam bentuk motifasi idealis,yakni suatu motif untuk mengembangkan ideology Muhammadiyah,yakni faham dan akal dan atau cita-cita Muhammadiyah.Sebagaimana kita ketahui bahwa Muhammadiyah pada hakikatnya adalah sebuah wadah(organisasi) yang cita-citanya, atau yang maksud dan tujuannya yaitu menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam,sehingga terwujud masyarakat utama,adil,dan makmur yang diridhoi Allah SubhanahuWata’ala (AD Muhammadiyah Bab II pasal 3).Dan dalam merefleksikan cita-citanya ini,Muhammadiyah mau tidak mau harus bersinggungan dengan lapisan masyarakat yang beraneka ragam;ada masyarakat petani,ada masyarakat pedagang,masyarakat padat karya,masyarakat administrative dan lain-lain termasuk didalamnya yaitu masyarakat mahasiswa.
Persinggungan Muhammadiyah dalam menyatakan maksud dan tujuannya,terutama terhadap masyarakat mahasiswa,cara dan teknisnya bukan secara langsung terjun mendakwahi dan mempengaruhi mahasiswa yang berarti orang-orang Muhammadiyah khususnya para mubalighnya terjun ke kampus-kampus.Tetapi ,dalam upaya ini,Muhammadiyah memakai teknis dan taktik yang jitu,yaitu dengan menyediakan fasilitas yang memungkinkan bias menarik animo mahasiswa untuk mempergunakan fasilitas yang disiapkannya.

Pada mulanya,para mahasiswa yang bergabung atau yang mengikuti jejak langkah Muhammadiyah ,oleh Muhammadiyah dianggap cukup bergabung dengan organisasi otonom yang telah ada dalam hal ini yaitu Nasyi’atul ‘Aisyiyah(NA) bagi yang putrid (Mahasiswi) dan Pemuda Muhammadiyah bagi yang Mahasiswa.NA didirikan oleh ‘Aisyiyah(Ortom tertua dilingkungan Muhammadiyah)pada tanggal 27 Dzulhijah 1349 H/16 Mei 1931 M.Sedangkan Pemuda Muhammadiyah berdiri pada tanggal 25 Dzulhijah tahun 1350 H atau bertepatan dengan tanggal 2 Mei 1932 M.

Anggapan Muhammadiyah tersebut lahir pada saat Muktamar Muhammadiyah ke 25(Kongres seperempat abad kelahiran Muhammadiyah)tahun 1936 di Jakarta yang pada saat ini dihembuskan pula cita-cita besar Muhammadiyah untuk mendirikan Universitas atau perguruan tinggi Muhammadiyah, dan pada saat itu PP Muhammadiyah diketuai oleh K.H.Hisyam (periode 1933 – 1937).Dapat dikatakan bahwa anggapan dan pemikiran mengenai perlunya menghimpun mahasiswa yang sehaluan dengan Muhammadiyah yaitu sejak kongres Muhammadiyah ke-25 tahun 1936 di Jakarta.

Namun demikian ,keinginan untuk menghimpun dan membina mahasiswa Muhammadiyah tersebut,cenderung didiamkan lantaran Muhammadiyah sendiri saat itu belum memiliki perguruan tinggi.Akhirnya,para Mahasiswa diberbagai Universitas atau di perguruan tinggi negeri(PTN) yang secara idiologis beritiba’ pada Muhammadiyah senang atau tidak senang terpaksa begabung dengan NA atau Pemuda Muhammadiyah. Dan untuk perkembangan berikutnya,mereka yang ada di NA dan yang di Pemuda Muhammadiyah atau Hizbul Wathan ,merasa perlu adanya perkumpulan mahasiswa yang secara khusus anggotanya terdiri dari mahasiswa Islam,dan alternative yang mereka pilih ,yaitu Himpunan Mahasiswa Islam(HMI) yang berdiri pada tahun 1947.Di HMI inilah para mahasiswa yang seidiologi dengan Muhammadiyah bergabung bahkan turut aktif merintis dan mendirikan serta mengembangkannya.Bahkan sampai konon ,ada tokoh Muhammadiyah yang menyebutkan bahwa HMI adalah anak Muhammadiyah,dalam arti membawa idiologi Muhammadiyah .Prof.Dr.Lafran Pane ,seorang pencetus ide berdirinya HMI adalah orang Muhammadiyah yang berniat untuk menggiring HMI kepada pemahaman atau cita-cita dan idiologi keagamaan yang dianut Muhammadiyah yang pada akhirnya memang ternyata banyak tokoh Muhammadiyah yang turut aktif mengelola dan membina Himpunan Mahasiswa Islam.

Sehubungan dengan itu,sekarang terdengar suara sumbang untuk mengklaim bahwa tokoh-tokoh Muhammadiyah di tingkat pusat seperti almarhum H.M.S Mintareja, S.H. , Prof.Dr.H.Ismail Sunny,S.H , almarhum Prof.Dr.H.Peunoh daly, H.Ramli Thaha,S.H, Drs.H.Lukman Harun, Dr.H.M.Amin Rais,M.A., Dr.Kuntowijoyo, Dr.Ahmad Syafii Maarif, Drs.H.Rusydi Hamka,dan lain-lain, dan lain-lain, adalah tokoh yang dibina oleh HMI.Klaim seperti ini sesungguhnya –walaupun ada sedikit nilai kebenarannya tetapi—wajib untuk ditepiskan atau direndam dalam-dalam.Sebab, fakta dan data sejarah,menyebutkan bahwa beliau-beliau itulah yang secara ikhlas berpartisipasi aktif membina HMI.Jadi ,bukan HMI yang berjasa untuk Muhammadiyah,tetapi Muhammadiyahlah yang berjasa besar bagi HMI.

Bukti nyata yang dapat disaksikan kita sekarang,yaitu bahwa sebelum HMI lahir,beliau-beliau tersebut sudah berada dalam Muhammadiyah.Lagi pula,beliau-beliau itu pulalah yang secara moral dan idiologis turut merintis berdirinya dan atau lahirnya IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) dan melepas HMI yang kelihatan berkembang baik,walaupun perkembangan ini senantiasa menekan independen dan yang akhirnya secara idiologis berbeda dengan Muhammadiyah.Kalau dahulu,Muhammadiyah secara kelembagaan turut mengembangkan HMI,baik dari segi moral maupun dari segi material.Yang saya sebut terakhir ini,yakni Muhammadiyah  secara material turut membiayai aktifitas HMI di hampir setiap kongres atau aktifitasnya, terbukti dari hasil lacakan terhadap arsip-arsip PP Muhammadiyah dan lembaga-lembaga amal usaha Muhammadiyah (terutama PTM-PTM dan Rumah Sakit). Di sini,sekali lagi layaknya dikatakan bahwa bukan HMI yang turut menelorkan tokoh-tokoh Muhammadiyah yang dulu turut aktif mengendalikan HMI.
Kenapa Muhammadiyah membantu perkembangan HMI?Di atas sudah saya singgung,bahwa HMI dulu dirintis dan dikembangkan oleh tokoh-tokoh Pemuda Muhammadiyah,yang diharapkan supaya HMI tetap konsisten dengan paham keagamaan yang dianut oleh Muhammadiyah untuk kemudian dikembangkan di kalangan mahasiswa Islam.Namun akhirnya,HMI tidaklah seperti yang diharapkan oleh Muhammadiyah.Penekanan independensi yang dikembangkan HMI lama-kelamaan tidak sesuai lagi dengan independen yang dikehendaki Muhammadiyah.Independensi HMI sekarang cenderung lebih liberal dalam segala aspek,segala aliran yang ada dalam sejarah teologi Islam bias masuk ke dalam tubuh HMI.Sehingga ada kesan lain bahwa dalam HMI ada orang yang beraliran  Asy’ariah,ada yang beraliran Syi’ah, ada yang beraliran Mu’tazilah, ada pula yang beraliran Nasionalisme,Sekulerisme,Pluralisme, dan lain-lain.Sementara dalam Muhammadiyah,tidaklah demikian ,Independensi Muhammadiyah ditekankan pada kebebasan berpendapat tapi kesatuan dalam idiologi Islam(baca Al-Qur’an dan As-Sunnah),sehingga dalam Muhammadiyah tidak ada mazhab Syafi’I,tidak ada mazhab Hambali,tidak ada pula mazhab-mazhab lain.Jadi,independensi dalam Muhammadiyah,yaitu dalam bidang mazhab fiqhiyah.

Melihat perkembangan HMI yang kian meluncur ke kancah dan dalam kebebasan idiologi tersebut, maka Pimpinan Pusat Muhammadiyah  via Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah memandang perlu menyelamatkan kader-kader Muhammadiyah yang masih berada dalam jenjang pendidikan menengah atau pendidikan tinggi.

Pada tanggal 18 November 1955,Muhammadiyah baru bisa membuktikan cita-citanya untuk mendirikan Perguruan Tinggi yang sesungguhnya dicita-citakan sejak tahun 1936.Dan dengan didirikannya Perguruan Tinggi ini,maka PP Pemuda Muhammadiyah melalui struktur kepemimpinannya dibentuk Departemen Pelajar dan Mahasiswa ,atau suatu departemen yang dimaksudkan untuk menampung Pelajar dan Mahasiswa.Mu’tamar Pemuda Muhammadiyah Ke-1 di Palembang pada tahun 1956,di antara keputusannya ditetapkan yaitu “Langkah ke Depan Pemuda Muhammadiyah Tahun  1956-1959”, dan dalam langkah ini ditetapkan pula usaha untuk menghimpun pelajar dan mahasiswa Muhammadiyah yang mampu mengembangkan amanah.

Untuk lebih merealisasikan usaha PP Pemuda Muhammadiyah tersebut,maka lewat Konpinda (Konferensi Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah)se-Indonesia tanggal 5 Shafar 1381 H/18 Juli 1961 M di Surakarta,antara lain memutuskan untuk mendirikan IPM(Ikatan Pelajar Muhammadiyah).PP Pemuda Muhammadiyah,saat berlangsung Konpida ini,belum berhasil melahirkan organisasi khusus dikalangan mahasiswa muhammadiyah.Sebab ,pada saat ini masih ada argumentasi bahwa untuk mahasiswa Muhammadiyah yang kurang berminat dalam struktur Pemuda Muhammadiyah diperbolehkan duduk dalam kepemimpinan atau keanggotaan Ikatan Pelajar Muhammadiyah(Kini Ikatan Remaja Muhammadiyah atau IRM).Dan memang kepemimpinan IPM periode awal bahkan sampai sekarang lebih didominasi oleh mereka yang sudah berpredikat sebagai mahasiswa ,khususnya untuk tingkat cabang ,Daerah dan Wilayah serta Pusat.Mereka yang masih berstatus sebagai pelajar ,seolah hanya boleh untuk kepemimpinan ditingkat ranting/kelompok.

Sehubungan dengan semakin berkembangnya Perguruan Tinggi Muhammadiyah dalam hal ini Fakultas Hukum dan Filsafat di Padang Panjang yang berdiri pada tanggal 18 Nopember 1955 tetapi kemudian sehubungan dengan adanya peristiwa PRRJ ,maka kedua Fakultas tersebut mandeg,dan kemudian berdiri di Jakarta dengan  nama Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTGP) yang kemudian setelah melalui kemajuan-kemajuan berganti dengan nama IKIP.Tahun 1958 fakultas yang serupa dibangun pula di Surakarta, di Yogyakarta berdiri Akademi Tabligh Muhammadiyah, dan Fakultas ilmu-ilmu Sosial (FIS) berdiri di Jakarta yang kini berkembang menjadi Universitas Muhammadiyah.

Jelasnya, sejak tahun 1960 ,kegiatan pendidikan tinggi atau Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) pun mulai membanyak.Lantas,pada tahun 1960-an inilah mulai santer ide-ide tentang perlunya penanganan khusus bagi mahasiswa Muhammadiyah, sehingga PP Muhammadiyah pun mulai segera memikirkannya.
PP Pemuda Muhammadiyah yang oleh PP Muhammadiyah dan amanat Muktamar ke-1-nya di Palembang(1956) dibebani tugas untuk menampung para mahasiswa yang seidiologi dengan Muhammadiyah ,segera membentuk “Study Group” yang khusus untuk mahasiswa.Dan dari study ini,kemudian setelah melihat perkembangannya, dijadikanlah Departemen yang khusus untuk mengembangkan studi group ini.Sementara itu,para mahasiswa Muhammadiyah dari berbagai kota seperti bandung, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Medan, Ujung Pandang, Padang, Jakarta, yang pada umumnya merupakan pimpinan Pemuda Muhammadiyah, menjelang Mu’tamar Muhammadiyah Setengah Abad tahun 1962 di Jakarta, mereka mengadakan Kongres Mahasiswa Muhammadiyah di Yogyakarta. Dan dari kongres inilah semakin santer upaya tokoh Pemuda Muhammadiyah untuk melepaskan Departemen Kemahasiswaan supaya berdiri sendiri. Pada tanggal 15 Desember 1963, PP Pemuda Muhammadiyah mulai mengadakan penjajakan , didirikan lembaga dakwah Mahasiswa yang dikoordinir oleh Ir.Margono,Soedibyo Markoes dan A. Rosyad Shaleh.Sedangkan ide pembentukannya yaitu dari Moh.Djasman yang saat itu duduk sebagai Sekretaris Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah.

Sementara itu,desakan untuk segera membentuk organisasi khusus mahasiswa Muhammadiyah, datang pula dari para mahasiswa Muhammadiyah yang ada di Jakarta seperti Nurwijoyo Sarjono, M.Z. Suherman, M.Yamin, Sutrisno Muhdam dan lain-lain yang saat itu pula termasuk pula Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah.Maka dengan semakin banyaknya desakan tersebut, akhirnya PP Pemuda Muhammadiyah segera memohon restu kepada PP Muhammadiyah yang saat itu diketuai oleh H.A.Badawi ,Giliran berikutnya, maka dengan penuh bijaksana dan ke’arifan,akhirnya PP Muhammadiyah menerima usulan dari para pemimpin PP Pemuda Muhammadiyah untuk mendirikan organisasi khusus untuk mahasiswa Muhammadiyah. Moh.Djazman selaku sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah,saat itu mengusulkan nama yang tepat,yaitu IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH (IMM). Tepat  pada tanggal 29 Syawal 1384 H/14 Maret 1964, PP Muhammadiyah menunjuk Formatur sbb:
etua Formatur           :M.Djazman
Anggota Formatur      :A.Rosyad Shaleh;
                                    Soedibjo Markoes;
Moh.Arief;
Zulkabir;
Sutrisno Muhdam;
            Syamsu Udaya Murdim;
Nurwijoyo Sarjono;
Basri Tambun;
Fathurrahman;
Soemarwan;
Ali Kiai Demak;
Sudar;
M. Husni Thamrin;
M.Susanto;
Siti Ramlah;
Deddy Abu Bakar.












Selanjutnya termasuk juga factor intern dalam melahirkan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM),yaitu adanya motivasi etis dikalangan keluarga besar Muhammadiyah.Dalam usaha mencapai maksud dan tujuan Muhammadiyah, seluruh jajaran keluarga besar Muhammadiyah, baik yang berada dalam kepemimpinan ataupun yang masih jadi anggota dan simpatisan biasa, baik yang berada dalam kelas orang tua, kelas orang muda, kelas remaja maupun kelas anak-anak, semuanya saja harus hidup dalam lingkungannya dengan mengetahui sekaligus memeliharanya.

Bagi para mahasiswa Muhammadiyah, yang berada (berkuliyah di) dalam Perguruan Tinggi Muhammadiyah maupun Perguruan Tinggi lainnya. Dengan motivasi etis ini harus memahami lingkungan tempat (kampus) perkuliahannya. Sehingga,dengan motivasi etis ini,mereka (para mahasiswa Muhammadiyah) terdorong untuk melakukan Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar, yang salah satu jalannya yaitu mengajak teman-temannya untuk ikut serta mencipta diri sebagai orang yang bersedia membantu mewujudkan masyarakat yang menjunjung tinggi agama Islam yang bersumber langsung Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.

Penegasan motivasi etis tadi, sesungguhnya merupakan interpretasi rasional dari apa yang dikehendaki oleh Allah SWT lewat Firman-NYA yang antara lain terdapat dalam Al-Qur’an surat Ali Imron ayat seratus empat, yang tersohor dengan sebutan Ayat Muhammadiyah, yaitu yang terjemah bebasnya sebagai berikut :
Seharusnyalah di kalangan kita—mahasiswa Muhammadiyah—segera bersatu membentuk sebuah organisasi yang dapat dijadikan sarana untuk berdakwah amar ma’ruf nahi munkar ,agar kita—mahasiswa – memperoleh keberuntungan.

Ayat Muhammadiyah (baca QS Ali Imran : 104) yang mengandung amar atau perintah tersebut oleh para mufassir(ahli tafsir) dikatakan sebagai“amar fadliyah” atau perintah wajib ,minimal wajib “kifayah” .Artinya,andai tak seorang pun dari keluarga Muhammadiyah  tidak mengorganisir mahasiswa Muhammadiyah, maka semua keluarga besar Muhammadiyah akan berdosa. Inilah sebabnya , PP Muhammadiyah yang tahu betul tentang hokum segera mendirikan IMM tanpa memperhatikan organisasi mahasiswa yang sudah ada.

2.Faktor Ekstern

Yang dimaksudkan faktor ini – sebagaimana yang telah disebut diatas – yaitu faktor di luar Muhammadiyah , baik yang terjadi di kalangan umat Islam secara umum, maupun yang terdapat dalam sejarah pergolakan bangsa Indonesia, khususnya pemuda dan mahasiswa.

Yang terjadi di kalangan umat Islam, yaitu masih menyuburnya tradisi-tradisi yang sesungguhnyatidak lagi cocok dengan ajaran Islam murni khususnya dan juga tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Di sana-sini umat Islam , termasuk di kalangan mahasiswanya, masih terlena dengan praktek-praktek peribadatan yang penuh dengan bid’ah, khurafat dan tahayyul. Kepercayaan dengan benda-benda yang dianggap keramat seperti jimat, batu aki, keris, dan lain-lain, masih membudaya. Kepercayaan terhadap ramalan dan mantra-mantra para dukun masih membudaya. Kepercayaan terhadap tempat-tempat yang dianggap keramat, masih digandrungi.

Budaya yang paling menggangu kreatifitas aqliyah dan ijtihadiyah, yaitu keterpakuan terhadap fatwa-fatwa para kiyai yang sesungguhnya kadang-kadang tidak dilandasi dalil-dalil qath’I, bahkan mereka menganggap lebih suci dan patut dita’ati ketimbang Al Qur’an dan sunnah. Dan masih banyak lagi aktivitas ritualis yang menjadi langganan yang sesungguhnya mencerminkan sinkristik dan bahkan animistic. Dampak yang jelas ada gara-gara budaya masyarakat Islam termasuk mahasiswa yang seperti tersebut itu, adalah semakin menancapnya keterbelakangan dan atau kebodohan . Kendatipun Negara membubarkan diri sebelum PKI membubarkannya, atau jelasnya yaitu karena pengaruh-pengaruh yang lahir dari CGMI dan atau PKI sejak tahun dimasukinya yaitu 1958 maka akhirnya di sekitar bulan oktober 1965 – setelah PKI dilumpuhkan – PPMI kehilangan anggota dan sekaligus secara resmi membubarkan diri.



Membantu HMI

Sebelum PPMI membubarkan diri, antara tahun 1964 – 1965 masing-masing organisasi mahasiswa  yang berfungsi ke dalam PPMI tersebut (yaitu PMID, HMD, MMB, PMB, GMS, GMM, HMI, PMKRJ, PMKI/GMKI, PMD, PMI, PMKH dan SMI) saling jor-joran atau sok revolusioner, terutama setelah CGMI(PKI) masuk ke dalamnya. CGMI(PKI) kelihatan semakin besar pengaruhnya dan kemampuannya untuk membujuk para penguasa termasuk Bung Karno. HMI(Himpunan Mahasiswa Islam) yang saat itu juga turut berlomba merevolusionerkan diri menjadi sasaran CGMI dan atau PKI, yang akhirnya HMI hamper-hampir rapuh karena memang PKI dalam hal ini para pendukungnya senantiasa mengeluarkan yel-yel menuntut supaya HMI dibubarkan. Dengan demikian, HMI pun semakin bringas (baca tegar) untuk memperkokoh sayap-nya. Semakin gesit bertindak membela diri. Dengan kluyuran(mengadakan lobby) ke sana ke mari, HMI mencari pembela untuk memperkuat supaya dirinya tidak mempan terhadap serangan PKI yang berusaha membubarkannya.

Pada saat-saat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) semakin terdesak itulah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) lahir, tepatnya pada tanggal 29 Syawal 1934 H/ 14 Maret 1964 M. Inilah sebabnya, ada persepsi yang keliru bahwa IMM lahir untuk persiapan sebagai penampung anggota-anggota HMI manakala bernasib sial organisasinya (HMI) dibubarkan.

Persepsi yang keliru tersebut menghubung-hubungkan HMI dengan Muhammadiyah. Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa HMI pada mulanya didirikan oleh orang-orang Muhammadiyah, maka kalau HMI dibubarkan otomatis Muhammadiyah harus menyiapkan wadah baru selain HMI. Logisnya, menurut persepsi ini, berarti IMM tidak perlu lahir karena ternyata HMI berhasil mempertahankan diri dan tidak jadi dibubarkan oleh PKI . Jelas, kalau diperhatikan sejarah pergolakan organisasi-organisasi mahasiswa yang secara singkat tersebut diatas, maka anggapan dan atau klaim yang mengatakan bahwa IMM lahir karena HMI akan dibubarkan adalah anggapan yang sangat keliru, yang lahir karena kurang cerdas dalam memberi interprestasi terhadap fakta data-data sejarah.

Sebaliknya, justru yang benar, yang rasional, yang berlanadaskan analisis ilmiah terhadap fakta dan data sejarah , adalah bahwa kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah(IMM) salah satu factor historisnya yaitu untuk membantu eksistensi HMI supaya tidak mempan dengan usaha-usaha PKI yang akan membubarkannya. Sekali lagi, bahwa kelahiran IMM salah satu maksudnya yaitu untuk membantu dan atau turut serta mempertahankan HMI dari usaha-usaha Komunis yang berniat jahat dan berambisi ingin membubarkan HMI. Dan ini, sesuai dengan sifat IMM itu sendiri yang akan senantiasa menjalin kerjasama dengan organisasi mahasiswa islam lainnya dalam upaya ber-Amar Ma’ruf Nahi Munkar yang jadi prinsip dasar perjuangannya.

Itulah sejarah kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah(IMM) yang dapat saya lacak selama 3(tiga) tahun. Tepatnya selama saya bekerja di secretariat PP Muhammadiyah Jl. Menteng Raya 62 Jakarta dari tahun 1984 sampai tahun 1987, yang ketepatan pula waktu itu. Saya sebagai Ketua Lembaga Pers dan Pustaka (LPP) DPD IMM DKI Jakarta. Hasil lacakan yang kemudian dilengkapi dengan buku-buku sejarah pergolakan pemuda dan mahasiswa ini, jelas memberi ilmu kepada segenap peminat sejarah IMM, yang memang pada dasarnya dilahirkan untuk melengkapi kebutuhan Muhammadiyah dalam mengembangkan sayap da’wahnya dan sekaligus merupakan kebutuhan bangsa dan Negara guna turut berpartisipasi aktif dalam mengisi dan memberi bobot kemerdekaan Republik Indonesia dibawah naungan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Karena IMM merupakan kebutuhan intern dan ekstern itu pulalah, maka tokoh-tokoh Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang sebelumnya bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam(HMI), mereka kembali sekaligus membina dan mengembangkan ideology Muhammadiyah antara lain melalui keseriusannya membina Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah(IMM). Bukti nyata niat mereka ini, yaitu bahwa untuk dan setelah sekian lama mereka bergabung dengan HMI, ternyata HMI yang sudah dimasuki oleh kalangan mahasiswa dari berbagai unsur ormas Islam itu pada akhirnya berbeda bahkan bertentangan dengan orientasi Muhammadiyah.

Karenanya, suatu hal yang wajar kalau kemudian mereka berbalik atau kembali ke Muhammadiyah sekaligus turut mengembangkan IMM. Walaupun tidak semuanya begitu, tetapi ini suatu hal yang susah untuk dihindari . Hampir di setiap daerah, informasi yang saya dapat, misalnya dari dan di DKI Jkarta, DIY, Riau, Ujung pandang, Sumbar dan lain-lain, di sana ada yang telah bergabung dengan HMI kemudian hijrah ke IMM yang lahir kemudian.

Yang perlu dicatat pula, bahwa para aktifis PP Pemuda Muhammadiyah dan NA yang dengan susah payah mengusahakan berdiri atau melahirkan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah(IMM), adalah mereka yang betul-betul tidak pernah masuk HMI . Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah murni didirikan oleh PP Muhammadiyah yang saat itu diketuai oleh H.A.Badawi dan yang dipercayakan kepada PP Pemuda Muhammadiyah dalam hal ini Drs. H. Moh. Djazman Al- Kindi yang saat itu selaku Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah untuk mengkoordinir pembentukannya.

Sehubungan hal tersebut, kalau selama ini keluarga besar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) hamper saja semuanya terkecoh oleh kekurang jelian mereka dalam menginterpretasikan proses sejarah kelahiran organisasinya(IMM), yang keterkecohannya ini ditandai dengan adanya tafsiran mereka bahwa pendiri IMM adalah Moh. Djazman Al Kindi, maka dari lacakan kelahiran ini, dapat dipahami bahwa sesungguhnya Moh. Djazman Al Kindi bukan satu-satunya pendiri IMM, sebaliknya beliau adalah hanya ketepatan sebagai seorang coordinator dan sekaligus ketua pertama. Sedangkan pendiri yang benar adalah Pimpinan Pusat Muhammadiyah atas desakan atau usulan Kongres Mahasiswa Muhammadiyah yang dilaksanakan oleh Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah yang saat itu diketua umumi oleh M. Fachrurrazi dan Moh Djazman sebagai sekretarisnya.

Penegasan bahwa Pak Djazman bukan satu-satunya pendiri adalah sangat penting dalam kaitannya dengan penanaman keutuhan dan kelestarian IMM dimasa  mendatang. Pasalnya, di samping Pak Djazman sendiri tidak pernah menyatakan secara egoistic mengaku hanya dirinya yang berperan mendirikan IMM, juga karena Pak Djazman sangat memahami tradisi dan atau ajaran Muhammadiyah yang tidak membenarkan “menonjolkan” diri. Bila ada seseorang anggota Muhammadiyah yang memprakarsai mendirikan sebuah Pesantren misalnya, maka orang tersebut bukanlah sebagai pendiri yang mempunyai konotasi menguasai dan enggan digusu dari kepemimpinannya. Melainkan hanya sebagai pemrakarsa “atas nama” Muhammadiyah. Inilah esensi dari makna “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup dalam Muhammadiyah”, yang berarti pula “maju dan jayakanlah Muhammadiyah, jangan mencari kemajuan dan kejayaan dalam Muhammadiyah”.

Kini, setelah kita melacak sejarah kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), sekarang tibalah kita membicarakan sejarah perkembangannya. Untuk maksud ini, dan agar lebih sistematis dalam pengungkapannya. Maka dalam bab-bab berikut ini akan dibicarakan sejarah perkembangan IMM dari muktamar-ke muktamar khususnya yaitu dari Muktamar I, II, III, IV, dan V, karena kelima Muktamar inilah yang dinilai penting dalam proses pemapanan IMM untuk masa perkembangan berikutnya.

Mengenai Muktamar ke-6 dan seterusnya, kalau ada kesempatan Insya Allah akan ditulis kemudian. Mungkin oleh saya sendiri atau ada kader IMM yang lain, yang berminat mengkaji sejarah kelahiran dan perkembangan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah(IMM).

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

ISLAM BERKEMAJUAN GAYA MUHAMMADIYAH

ISLAM NUSANTARA (NU) DAN ISLAM BERKEMAJUAN (MUHAMMADIYAH)