MELACAK SEJARAH KELAHIRAN IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH (IMM)
MELACAK PROSES
SEJARAH KELAHIRAN IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH(IMM)
Oleh: Noor Chozin Agham
Mantan Ketua DPD IMM DKI Jakarta
Sesungguhnya,ada dua
factor integral yang mendasari kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah,yaitu
factor intern dan factor ekstern.Faktor intern,yaitu factor yang terdapat dalam
diri Muhammadiyah itu sendiri.Sedangkan factor ekstern yaitu factor yang dating
dari luar muhammadiyah,khususnya umat islam dan umumnya apa yang terjadi di
Indonesia,yang masing-masing factor tersebut akan diurai dengan singkat di
bawah ini.
1.Faktor Interen
Faktor Interen ini
sebenarnya lebih dominan dalam bentuk motifasi idealis,yakni suatu motif untuk
mengembangkan ideology Muhammadiyah,yakni faham dan akal dan atau cita-cita
Muhammadiyah.Sebagaimana kita ketahui bahwa Muhammadiyah pada hakikatnya adalah
sebuah wadah(organisasi) yang cita-citanya, atau yang maksud dan tujuannya
yaitu menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam,sehingga terwujud masyarakat
utama,adil,dan makmur yang diridhoi Allah SubhanahuWata’ala (AD Muhammadiyah
Bab II pasal 3).Dan dalam merefleksikan cita-citanya ini,Muhammadiyah mau tidak
mau harus bersinggungan dengan lapisan masyarakat yang beraneka ragam;ada
masyarakat petani,ada masyarakat pedagang,masyarakat padat karya,masyarakat
administrative dan lain-lain termasuk didalamnya yaitu masyarakat mahasiswa.
Persinggungan Muhammadiyah
dalam menyatakan maksud dan tujuannya,terutama terhadap masyarakat
mahasiswa,cara dan teknisnya bukan secara langsung terjun mendakwahi dan
mempengaruhi mahasiswa yang berarti orang-orang Muhammadiyah khususnya para
mubalighnya terjun ke kampus-kampus.Tetapi ,dalam upaya ini,Muhammadiyah
memakai teknis dan taktik yang jitu,yaitu dengan menyediakan fasilitas yang
memungkinkan bias menarik animo mahasiswa untuk mempergunakan fasilitas yang
disiapkannya.
Pada mulanya,para
mahasiswa yang bergabung atau yang mengikuti jejak langkah Muhammadiyah ,oleh
Muhammadiyah dianggap cukup bergabung dengan organisasi otonom yang telah ada
dalam hal ini yaitu Nasyi’atul ‘Aisyiyah(NA) bagi yang putrid (Mahasiswi) dan
Pemuda Muhammadiyah bagi yang Mahasiswa.NA didirikan oleh ‘Aisyiyah(Ortom
tertua dilingkungan Muhammadiyah)pada tanggal 27 Dzulhijah 1349 H/16 Mei 1931
M.Sedangkan Pemuda Muhammadiyah berdiri pada tanggal 25 Dzulhijah tahun 1350 H
atau bertepatan dengan tanggal 2 Mei 1932 M.
Anggapan Muhammadiyah
tersebut lahir pada saat Muktamar Muhammadiyah ke 25(Kongres seperempat abad
kelahiran Muhammadiyah)tahun 1936 di Jakarta yang pada saat ini dihembuskan
pula cita-cita besar Muhammadiyah untuk mendirikan Universitas atau perguruan
tinggi Muhammadiyah, dan pada saat itu PP Muhammadiyah diketuai oleh K.H.Hisyam
(periode 1933 – 1937).Dapat dikatakan bahwa anggapan dan pemikiran mengenai
perlunya menghimpun mahasiswa yang sehaluan dengan Muhammadiyah yaitu sejak
kongres Muhammadiyah ke-25 tahun 1936 di Jakarta.
Namun demikian
,keinginan untuk menghimpun dan membina mahasiswa Muhammadiyah
tersebut,cenderung didiamkan lantaran Muhammadiyah sendiri saat itu belum
memiliki perguruan tinggi.Akhirnya,para Mahasiswa diberbagai Universitas atau
di perguruan tinggi negeri(PTN) yang secara idiologis beritiba’ pada
Muhammadiyah senang atau tidak senang terpaksa begabung dengan NA atau Pemuda
Muhammadiyah. Dan untuk perkembangan berikutnya,mereka yang ada di NA dan yang
di Pemuda Muhammadiyah atau Hizbul Wathan ,merasa perlu adanya perkumpulan
mahasiswa yang secara khusus anggotanya terdiri dari mahasiswa Islam,dan
alternative yang mereka pilih ,yaitu Himpunan Mahasiswa Islam(HMI) yang berdiri
pada tahun 1947.Di HMI inilah para mahasiswa yang seidiologi dengan
Muhammadiyah bergabung bahkan turut aktif merintis dan mendirikan serta
mengembangkannya.Bahkan sampai konon ,ada tokoh Muhammadiyah yang menyebutkan bahwa
HMI adalah anak Muhammadiyah,dalam arti membawa idiologi Muhammadiyah
.Prof.Dr.Lafran Pane ,seorang pencetus ide berdirinya HMI adalah orang
Muhammadiyah yang berniat untuk menggiring HMI kepada pemahaman atau cita-cita
dan idiologi keagamaan yang dianut Muhammadiyah yang pada akhirnya memang
ternyata banyak tokoh Muhammadiyah yang turut aktif mengelola dan membina
Himpunan Mahasiswa Islam.
Sehubungan dengan
itu,sekarang terdengar suara sumbang untuk mengklaim bahwa tokoh-tokoh
Muhammadiyah di tingkat pusat seperti almarhum H.M.S Mintareja, S.H. ,
Prof.Dr.H.Ismail Sunny,S.H , almarhum Prof.Dr.H.Peunoh daly, H.Ramli Thaha,S.H,
Drs.H.Lukman Harun, Dr.H.M.Amin Rais,M.A., Dr.Kuntowijoyo, Dr.Ahmad Syafii
Maarif, Drs.H.Rusydi Hamka,dan lain-lain, dan lain-lain, adalah tokoh yang
dibina oleh HMI.Klaim seperti ini sesungguhnya –walaupun ada sedikit nilai
kebenarannya tetapi—wajib untuk ditepiskan atau direndam dalam-dalam.Sebab,
fakta dan data sejarah,menyebutkan bahwa beliau-beliau itulah yang secara
ikhlas berpartisipasi aktif membina HMI.Jadi ,bukan HMI yang berjasa untuk
Muhammadiyah,tetapi Muhammadiyahlah yang berjasa besar bagi HMI.
Bukti nyata yang dapat
disaksikan kita sekarang,yaitu bahwa sebelum HMI lahir,beliau-beliau tersebut
sudah berada dalam Muhammadiyah.Lagi pula,beliau-beliau itu pulalah yang secara
moral dan idiologis turut merintis berdirinya dan atau lahirnya IMM (Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah) dan melepas HMI yang kelihatan berkembang baik,walaupun
perkembangan ini senantiasa menekan independen dan yang akhirnya secara
idiologis berbeda dengan Muhammadiyah.Kalau dahulu,Muhammadiyah secara
kelembagaan turut mengembangkan HMI,baik dari segi moral maupun dari segi
material.Yang saya sebut terakhir ini,yakni Muhammadiyah secara material turut membiayai aktifitas HMI
di hampir setiap kongres atau aktifitasnya, terbukti dari hasil lacakan
terhadap arsip-arsip PP Muhammadiyah dan lembaga-lembaga amal usaha
Muhammadiyah (terutama PTM-PTM dan Rumah Sakit). Di sini,sekali lagi layaknya
dikatakan bahwa bukan HMI yang turut menelorkan tokoh-tokoh Muhammadiyah yang
dulu turut aktif mengendalikan HMI.
Kenapa Muhammadiyah
membantu perkembangan HMI?Di atas sudah saya singgung,bahwa HMI dulu dirintis
dan dikembangkan oleh tokoh-tokoh Pemuda Muhammadiyah,yang diharapkan supaya
HMI tetap konsisten dengan paham keagamaan yang dianut oleh Muhammadiyah untuk
kemudian dikembangkan di kalangan mahasiswa Islam.Namun akhirnya,HMI tidaklah
seperti yang diharapkan oleh Muhammadiyah.Penekanan independensi yang
dikembangkan HMI lama-kelamaan tidak sesuai lagi dengan independen yang
dikehendaki Muhammadiyah.Independensi HMI sekarang cenderung lebih liberal
dalam segala aspek,segala aliran yang ada dalam sejarah teologi Islam bias
masuk ke dalam tubuh HMI.Sehingga ada kesan lain bahwa dalam HMI ada orang yang
beraliran Asy’ariah,ada yang beraliran
Syi’ah, ada yang beraliran Mu’tazilah, ada pula yang beraliran
Nasionalisme,Sekulerisme,Pluralisme, dan lain-lain.Sementara dalam
Muhammadiyah,tidaklah demikian ,Independensi Muhammadiyah ditekankan pada
kebebasan berpendapat tapi kesatuan dalam idiologi Islam(baca Al-Qur’an dan
As-Sunnah),sehingga dalam Muhammadiyah tidak ada mazhab Syafi’I,tidak ada
mazhab Hambali,tidak ada pula mazhab-mazhab lain.Jadi,independensi dalam
Muhammadiyah,yaitu dalam bidang mazhab fiqhiyah.
Melihat perkembangan
HMI yang kian meluncur ke kancah dan dalam kebebasan idiologi tersebut, maka
Pimpinan Pusat Muhammadiyah via Pimpinan
Pusat Pemuda Muhammadiyah memandang perlu menyelamatkan kader-kader
Muhammadiyah yang masih berada dalam jenjang pendidikan menengah atau
pendidikan tinggi.
Pada tanggal 18
November 1955,Muhammadiyah baru bisa membuktikan cita-citanya untuk mendirikan
Perguruan Tinggi yang sesungguhnya dicita-citakan sejak tahun 1936.Dan dengan
didirikannya Perguruan Tinggi ini,maka PP Pemuda Muhammadiyah melalui struktur
kepemimpinannya dibentuk Departemen Pelajar dan Mahasiswa ,atau suatu
departemen yang dimaksudkan untuk menampung Pelajar dan Mahasiswa.Mu’tamar
Pemuda Muhammadiyah Ke-1 di Palembang pada tahun 1956,di antara keputusannya
ditetapkan yaitu “Langkah ke Depan Pemuda Muhammadiyah Tahun 1956-1959”, dan dalam langkah ini ditetapkan
pula usaha untuk menghimpun pelajar dan mahasiswa Muhammadiyah yang mampu mengembangkan
amanah.
Untuk lebih
merealisasikan usaha PP Pemuda Muhammadiyah tersebut,maka lewat Konpinda
(Konferensi Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah)se-Indonesia tanggal 5 Shafar
1381 H/18 Juli 1961 M di Surakarta,antara lain memutuskan untuk mendirikan IPM(Ikatan
Pelajar Muhammadiyah).PP Pemuda Muhammadiyah,saat berlangsung Konpida ini,belum
berhasil melahirkan organisasi khusus dikalangan mahasiswa muhammadiyah.Sebab
,pada saat ini masih ada argumentasi bahwa untuk mahasiswa Muhammadiyah yang
kurang berminat dalam struktur Pemuda Muhammadiyah diperbolehkan duduk dalam
kepemimpinan atau keanggotaan Ikatan Pelajar Muhammadiyah(Kini Ikatan Remaja
Muhammadiyah atau IRM).Dan memang kepemimpinan IPM periode awal bahkan sampai
sekarang lebih didominasi oleh mereka yang sudah berpredikat sebagai mahasiswa
,khususnya untuk tingkat cabang ,Daerah dan Wilayah serta Pusat.Mereka yang
masih berstatus sebagai pelajar ,seolah hanya boleh untuk kepemimpinan
ditingkat ranting/kelompok.
Sehubungan dengan
semakin berkembangnya Perguruan Tinggi Muhammadiyah dalam hal ini Fakultas
Hukum dan Filsafat di Padang Panjang yang berdiri pada tanggal 18 Nopember 1955
tetapi kemudian sehubungan dengan adanya peristiwa PRRJ ,maka kedua Fakultas
tersebut mandeg,dan kemudian berdiri di Jakarta dengan nama Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTGP)
yang kemudian setelah melalui kemajuan-kemajuan berganti dengan nama IKIP.Tahun
1958 fakultas yang serupa dibangun pula di Surakarta, di Yogyakarta berdiri
Akademi Tabligh Muhammadiyah, dan Fakultas ilmu-ilmu Sosial (FIS) berdiri di
Jakarta yang kini berkembang menjadi Universitas Muhammadiyah.
Jelasnya, sejak tahun
1960 ,kegiatan pendidikan tinggi atau Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) pun
mulai membanyak.Lantas,pada tahun 1960-an inilah mulai santer ide-ide tentang
perlunya penanganan khusus bagi mahasiswa Muhammadiyah, sehingga PP
Muhammadiyah pun mulai segera memikirkannya.
PP Pemuda Muhammadiyah
yang oleh PP Muhammadiyah dan amanat Muktamar ke-1-nya di Palembang(1956)
dibebani tugas untuk menampung para mahasiswa yang seidiologi dengan
Muhammadiyah ,segera membentuk “Study Group” yang khusus untuk mahasiswa.Dan
dari study ini,kemudian setelah melihat perkembangannya, dijadikanlah
Departemen yang khusus untuk mengembangkan studi group ini.Sementara itu,para
mahasiswa Muhammadiyah dari berbagai kota seperti bandung, Yogyakarta,
Surabaya, Malang, Medan, Ujung Pandang, Padang, Jakarta, yang pada umumnya
merupakan pimpinan Pemuda Muhammadiyah, menjelang Mu’tamar Muhammadiyah
Setengah Abad tahun 1962 di Jakarta, mereka mengadakan Kongres Mahasiswa
Muhammadiyah di Yogyakarta. Dan dari kongres inilah semakin santer upaya tokoh
Pemuda Muhammadiyah untuk melepaskan Departemen Kemahasiswaan supaya berdiri
sendiri. Pada tanggal 15 Desember 1963, PP Pemuda Muhammadiyah mulai mengadakan
penjajakan , didirikan lembaga dakwah Mahasiswa yang dikoordinir oleh
Ir.Margono,Soedibyo Markoes dan A. Rosyad Shaleh.Sedangkan ide pembentukannya
yaitu dari Moh.Djasman yang saat itu duduk sebagai Sekretaris Pimpinan Pusat
Pemuda Muhammadiyah.
Sementara itu,desakan
untuk segera membentuk organisasi khusus mahasiswa Muhammadiyah, datang pula
dari para mahasiswa Muhammadiyah yang ada di Jakarta seperti Nurwijoyo Sarjono,
M.Z. Suherman, M.Yamin, Sutrisno Muhdam dan lain-lain yang saat itu pula
termasuk pula Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah.Maka dengan semakin banyaknya
desakan tersebut, akhirnya PP Pemuda Muhammadiyah segera memohon restu kepada
PP Muhammadiyah yang saat itu diketuai oleh H.A.Badawi ,Giliran berikutnya,
maka dengan penuh bijaksana dan ke’arifan,akhirnya PP Muhammadiyah menerima
usulan dari para pemimpin PP Pemuda Muhammadiyah untuk mendirikan organisasi
khusus untuk mahasiswa Muhammadiyah. Moh.Djazman selaku sekretaris PP Pemuda
Muhammadiyah,saat itu mengusulkan nama yang tepat,yaitu IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH
(IMM). Tepat pada tanggal 29 Syawal 1384
H/14 Maret 1964, PP Muhammadiyah menunjuk Formatur sbb:
Anggota Formatur :A.Rosyad Shaleh;
Soedibjo Markoes;
Moh.Arief;
Zulkabir;
Sutrisno
Muhdam;
Syamsu Udaya Murdim;
Nurwijoyo
Sarjono;
Basri Tambun;
Fathurrahman;
Soemarwan;
Ali Kiai Demak;
Sudar;
M. Husni Thamrin;
M.Susanto;
Siti Ramlah;
Deddy Abu Bakar.
Selanjutnya termasuk
juga factor intern dalam melahirkan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM),yaitu
adanya motivasi etis dikalangan keluarga besar Muhammadiyah.Dalam usaha
mencapai maksud dan tujuan Muhammadiyah, seluruh jajaran keluarga besar
Muhammadiyah, baik yang berada dalam kepemimpinan ataupun yang masih jadi
anggota dan simpatisan biasa, baik yang berada dalam kelas orang tua, kelas
orang muda, kelas remaja maupun kelas anak-anak, semuanya saja harus hidup
dalam lingkungannya dengan mengetahui sekaligus memeliharanya.
Bagi para mahasiswa
Muhammadiyah, yang berada (berkuliyah di) dalam Perguruan Tinggi Muhammadiyah
maupun Perguruan Tinggi lainnya. Dengan motivasi etis ini harus memahami
lingkungan tempat (kampus) perkuliahannya. Sehingga,dengan motivasi etis
ini,mereka (para mahasiswa Muhammadiyah) terdorong untuk melakukan Da’wah Amar
Ma’ruf Nahi Munkar, yang salah satu jalannya yaitu mengajak teman-temannya
untuk ikut serta mencipta diri sebagai orang yang bersedia membantu mewujudkan
masyarakat yang menjunjung tinggi agama Islam yang bersumber langsung Al-Qur’an
dan Sunnah Rasulullah SAW.
Penegasan motivasi etis
tadi, sesungguhnya merupakan interpretasi rasional dari apa yang dikehendaki
oleh Allah SWT lewat Firman-NYA yang antara lain terdapat dalam Al-Qur’an surat
Ali Imron ayat seratus empat, yang tersohor dengan sebutan Ayat Muhammadiyah, yaitu yang terjemah bebasnya sebagai berikut :
Seharusnyalah
di kalangan kita—mahasiswa Muhammadiyah—segera bersatu membentuk sebuah organisasi
yang dapat dijadikan sarana untuk berdakwah amar ma’ruf nahi munkar ,agar
kita—mahasiswa – memperoleh keberuntungan.
Ayat Muhammadiyah (baca
QS Ali Imran : 104) yang mengandung amar atau perintah tersebut oleh para
mufassir(ahli tafsir) dikatakan sebagai“amar fadliyah” atau perintah wajib
,minimal wajib “kifayah” .Artinya,andai tak seorang pun dari keluarga
Muhammadiyah tidak mengorganisir
mahasiswa Muhammadiyah, maka semua keluarga besar Muhammadiyah akan berdosa.
Inilah sebabnya , PP Muhammadiyah yang tahu betul tentang hokum segera
mendirikan IMM tanpa memperhatikan organisasi mahasiswa yang sudah ada.
2.Faktor Ekstern
Yang dimaksudkan faktor
ini – sebagaimana yang telah disebut diatas – yaitu faktor di luar Muhammadiyah
, baik yang terjadi di kalangan umat Islam secara umum, maupun yang terdapat
dalam sejarah pergolakan bangsa Indonesia, khususnya pemuda dan mahasiswa.
Yang terjadi di
kalangan umat Islam, yaitu masih menyuburnya tradisi-tradisi yang
sesungguhnyatidak lagi cocok dengan ajaran Islam murni khususnya dan juga tidak
lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Di sana-sini umat Islam , termasuk di
kalangan mahasiswanya, masih terlena dengan praktek-praktek peribadatan yang
penuh dengan bid’ah, khurafat dan tahayyul. Kepercayaan dengan benda-benda yang
dianggap keramat seperti jimat, batu aki, keris, dan lain-lain, masih
membudaya. Kepercayaan terhadap ramalan dan mantra-mantra para dukun masih
membudaya. Kepercayaan terhadap tempat-tempat yang dianggap keramat, masih
digandrungi.
Budaya yang paling
menggangu kreatifitas aqliyah dan ijtihadiyah, yaitu keterpakuan terhadap
fatwa-fatwa para kiyai yang sesungguhnya kadang-kadang tidak dilandasi
dalil-dalil qath’I, bahkan mereka menganggap lebih suci dan patut dita’ati
ketimbang Al Qur’an dan sunnah. Dan masih banyak lagi aktivitas ritualis yang
menjadi langganan yang sesungguhnya mencerminkan sinkristik dan bahkan
animistic. Dampak yang jelas ada gara-gara budaya masyarakat Islam termasuk
mahasiswa yang seperti tersebut itu, adalah semakin menancapnya keterbelakangan
dan atau kebodohan . Kendatipun Negara membubarkan diri sebelum PKI
membubarkannya, atau jelasnya yaitu karena pengaruh-pengaruh yang lahir dari
CGMI dan atau PKI sejak tahun dimasukinya yaitu 1958 maka akhirnya di sekitar
bulan oktober 1965 – setelah PKI dilumpuhkan – PPMI kehilangan anggota dan
sekaligus secara resmi membubarkan diri.

Membantu HMI
Sebelum PPMI
membubarkan diri, antara tahun 1964 – 1965 masing-masing organisasi mahasiswa yang berfungsi ke dalam PPMI tersebut (yaitu
PMID, HMD, MMB, PMB, GMS, GMM, HMI, PMKRJ, PMKI/GMKI, PMD, PMI, PMKH dan SMI)
saling jor-joran atau sok revolusioner, terutama setelah CGMI(PKI) masuk ke
dalamnya. CGMI(PKI) kelihatan semakin besar pengaruhnya dan kemampuannya untuk
membujuk para penguasa termasuk Bung Karno. HMI(Himpunan Mahasiswa Islam) yang
saat itu juga turut berlomba merevolusionerkan diri menjadi sasaran CGMI dan
atau PKI, yang akhirnya HMI hamper-hampir rapuh karena memang PKI dalam hal ini
para pendukungnya senantiasa mengeluarkan yel-yel menuntut supaya HMI
dibubarkan. Dengan demikian, HMI pun semakin bringas (baca tegar) untuk
memperkokoh sayap-nya. Semakin gesit bertindak membela diri. Dengan
kluyuran(mengadakan lobby) ke sana ke mari, HMI mencari pembela untuk memperkuat
supaya dirinya tidak mempan terhadap serangan PKI yang berusaha membubarkannya.
Pada saat-saat Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) semakin terdesak itulah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
(IMM) lahir, tepatnya pada tanggal 29 Syawal 1934 H/ 14 Maret 1964 M. Inilah
sebabnya, ada persepsi yang keliru bahwa IMM lahir untuk persiapan sebagai
penampung anggota-anggota HMI manakala bernasib sial organisasinya (HMI)
dibubarkan.
Persepsi yang keliru
tersebut menghubung-hubungkan HMI dengan Muhammadiyah. Sebagaimana disebutkan diatas,
bahwa HMI pada mulanya didirikan oleh orang-orang Muhammadiyah, maka kalau HMI
dibubarkan otomatis Muhammadiyah harus menyiapkan wadah baru selain HMI.
Logisnya, menurut persepsi ini, berarti IMM tidak perlu lahir karena ternyata
HMI berhasil mempertahankan diri dan tidak jadi dibubarkan oleh PKI . Jelas,
kalau diperhatikan sejarah pergolakan organisasi-organisasi mahasiswa yang
secara singkat tersebut diatas, maka anggapan dan atau klaim yang mengatakan
bahwa IMM lahir karena HMI akan dibubarkan adalah anggapan yang sangat keliru,
yang lahir karena kurang cerdas dalam memberi interprestasi terhadap fakta
data-data sejarah.
Sebaliknya, justru yang
benar, yang rasional, yang berlanadaskan analisis ilmiah terhadap fakta dan
data sejarah , adalah bahwa kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah(IMM) salah
satu factor historisnya yaitu untuk membantu eksistensi HMI supaya tidak mempan
dengan usaha-usaha PKI yang akan membubarkannya. Sekali lagi, bahwa kelahiran
IMM salah satu maksudnya yaitu untuk membantu dan atau turut serta
mempertahankan HMI dari usaha-usaha Komunis yang berniat jahat dan berambisi
ingin membubarkan HMI. Dan ini, sesuai dengan sifat IMM itu sendiri yang akan
senantiasa menjalin kerjasama dengan organisasi mahasiswa islam lainnya dalam upaya
ber-Amar Ma’ruf Nahi Munkar yang jadi prinsip dasar perjuangannya.
Itulah sejarah
kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah(IMM) yang dapat saya lacak selama
3(tiga) tahun. Tepatnya selama saya bekerja di secretariat PP Muhammadiyah Jl.
Menteng Raya 62 Jakarta dari tahun 1984 sampai tahun 1987, yang ketepatan pula
waktu itu. Saya sebagai Ketua Lembaga Pers dan Pustaka (LPP) DPD IMM DKI
Jakarta. Hasil lacakan yang kemudian dilengkapi dengan buku-buku sejarah
pergolakan pemuda dan mahasiswa ini, jelas memberi ilmu kepada segenap peminat
sejarah IMM, yang memang pada dasarnya dilahirkan untuk melengkapi kebutuhan
Muhammadiyah dalam mengembangkan sayap da’wahnya dan sekaligus merupakan
kebutuhan bangsa dan Negara guna turut berpartisipasi aktif dalam mengisi dan
memberi bobot kemerdekaan Republik Indonesia dibawah naungan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Karena IMM merupakan
kebutuhan intern dan ekstern itu pulalah, maka tokoh-tokoh Pimpinan Pusat
Muhammadiyah yang sebelumnya bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam(HMI),
mereka kembali sekaligus membina dan mengembangkan ideology Muhammadiyah antara
lain melalui keseriusannya membina Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah(IMM). Bukti
nyata niat mereka ini, yaitu bahwa untuk dan setelah sekian lama mereka bergabung
dengan HMI, ternyata HMI yang sudah dimasuki oleh kalangan mahasiswa dari
berbagai unsur ormas Islam itu pada akhirnya berbeda bahkan bertentangan dengan
orientasi Muhammadiyah.
Karenanya, suatu hal
yang wajar kalau kemudian mereka berbalik atau kembali ke Muhammadiyah
sekaligus turut mengembangkan IMM. Walaupun tidak semuanya begitu, tetapi ini
suatu hal yang susah untuk dihindari . Hampir di setiap daerah, informasi yang
saya dapat, misalnya dari dan di DKI Jkarta, DIY, Riau, Ujung pandang, Sumbar
dan lain-lain, di sana ada yang telah bergabung dengan HMI kemudian hijrah ke
IMM yang lahir kemudian.
Yang perlu dicatat
pula, bahwa para aktifis PP Pemuda Muhammadiyah dan NA yang dengan susah payah
mengusahakan berdiri atau melahirkan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah(IMM), adalah
mereka yang betul-betul tidak pernah masuk HMI . Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
murni didirikan oleh PP Muhammadiyah yang saat itu diketuai oleh H.A.Badawi dan
yang dipercayakan kepada PP Pemuda Muhammadiyah dalam hal ini Drs. H. Moh. Djazman
Al- Kindi yang saat itu selaku Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah untuk
mengkoordinir pembentukannya.
Sehubungan hal
tersebut, kalau selama ini keluarga besar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)
hamper saja semuanya terkecoh oleh kekurang jelian mereka dalam
menginterpretasikan proses sejarah kelahiran organisasinya(IMM), yang
keterkecohannya ini ditandai dengan adanya tafsiran mereka bahwa pendiri IMM
adalah Moh. Djazman Al Kindi, maka dari lacakan kelahiran ini, dapat dipahami
bahwa sesungguhnya Moh. Djazman Al Kindi bukan satu-satunya pendiri IMM,
sebaliknya beliau adalah hanya ketepatan sebagai seorang coordinator dan
sekaligus ketua pertama. Sedangkan pendiri yang benar adalah Pimpinan Pusat
Muhammadiyah atas desakan atau usulan Kongres Mahasiswa Muhammadiyah yang
dilaksanakan oleh Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah yang saat itu diketua
umumi oleh M. Fachrurrazi dan Moh Djazman sebagai sekretarisnya.
Penegasan bahwa Pak
Djazman bukan satu-satunya pendiri adalah sangat penting dalam kaitannya dengan
penanaman keutuhan dan kelestarian IMM dimasa
mendatang. Pasalnya, di samping Pak Djazman sendiri tidak pernah
menyatakan secara egoistic mengaku hanya dirinya yang berperan mendirikan IMM,
juga karena Pak Djazman sangat memahami tradisi dan atau ajaran Muhammadiyah
yang tidak membenarkan “menonjolkan” diri. Bila ada seseorang anggota
Muhammadiyah yang memprakarsai mendirikan sebuah Pesantren misalnya, maka orang
tersebut bukanlah sebagai pendiri yang mempunyai konotasi menguasai dan enggan
digusu dari kepemimpinannya. Melainkan hanya sebagai pemrakarsa “atas nama”
Muhammadiyah. Inilah esensi dari makna “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan
mencari hidup dalam Muhammadiyah”, yang berarti pula “maju dan jayakanlah
Muhammadiyah, jangan mencari kemajuan dan kejayaan dalam Muhammadiyah”.
Kini, setelah kita
melacak sejarah kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), sekarang tibalah
kita membicarakan sejarah perkembangannya. Untuk maksud ini, dan agar lebih
sistematis dalam pengungkapannya. Maka dalam bab-bab berikut ini akan
dibicarakan sejarah perkembangan IMM dari muktamar-ke muktamar khususnya yaitu
dari Muktamar I, II, III, IV, dan V, karena kelima Muktamar inilah yang dinilai
penting dalam proses pemapanan IMM untuk masa perkembangan berikutnya.
Mengenai Muktamar ke-6
dan seterusnya, kalau ada kesempatan Insya Allah akan ditulis kemudian. Mungkin
oleh saya sendiri atau ada kader IMM yang lain, yang berminat mengkaji sejarah
kelahiran dan perkembangan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah(IMM).
👍
BalasHapusDitunggu tulisan berikutnya
BalasHapus