ASAL-USUL (PENDIDIKAN) HOLISTIK DALAM MUHAMMADIYAH
ASAL-USUL (PENDIDIKAN) HOLISTIK DALAM PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH
Oleh Noor Chozin Agham
Dalam banyak
referensi, ditemukan bahwa istilah “Holistik”, berasal dari kata “holi”,
nama sebuah tumbuhan pohon yang berdaun rindang dan berbuah rindang pula. Dalam
tradisi umat Kristiani tempo
dulu, buah holi digunakan untuk menghias pohon natal dalam setiap perayaan hari
natal di banyak gereja di Erofa dan bahkan di Indonesia. Lalu, dalam
perkembangan berikutnya, ada istilah holiday yang bermakna hari raya. Dari akar
kata “holi” ini, jika ditambah dengan “is” menjadi “holis” berarti me-mohon
(menjadi pohon) yang rindang, baik daun maupun buahnya. Jika ditambah lagi
dengan tik (menjadi holistic), imbuhan untuk mensifatinya atau untuk
menegaskan kerindangannya.
Jika istilah holistik itu dilacak dalam dunia (ilmu)
kesehatan, di sana ada banyak istilah yang ditemukan,misalnya ada terapi
holistik, penyembuhan holistik, pengobatan holistik, dan ramuan holistik,
serta beberapa istilah lainnya. Ternyata, awalnya – seperti dikatakan oleh Prof.
Hembing, yaitu berasal dari praktek pengobatan tradisional yang menggunakan obat
tradisional atau obat ramuan yang terbuat dari pepohonan atau tetumbuhan
(holi). Jadi, kalau ada istilah pengobatan holistik, pada dasarnya adalah
pengobatan tradisional.
Mungkin lantaran istilah holistik tersebut berasal dari
tradisi umat Kristen, maka ada beberapa tokoh pendidikan Islam, termasuk ada
juga yang "ngaku aktif" di
Muhammadiyah, yang menolak istilah itu masuk ke dalam dunia pendidikan.
“Muhammadiyah harus memilih dan mencetuskan istilah sendiri, tifak boleh taklid (ikut-ikutan) pada orang lain, apalagi orang
itu orang kafir, haram”, begitu kata orang yang mengaku pendidik dalam
Muhammadiyah, yang, ma’af, tidak perlu disebut identitasnya. Yang jelas, kepada
mereka ini, katakan saja bahwa istilah “holistik” dalam dunia pendidikan Islam berasal
dari bahasa al-Qur’an (Arab) khalasha- yakhlishu – khalashan – khalishun
atau “Khalish” (Holis) yang bermakna “orang yang berhati nurasi ikhlas”. Pendidikan
holistik, berarti pendidikan untuk menggiring supaya peserta didik kelak
menjadi orang-orang yang ikhlas beramal.
Nah, dengan argumen demikian, maka tokoh yang tadi "ngaku
Muhammadiyah" manggut-manggut, lalu tersenyum, pertanda setuju jika
Muhammadiyah mengembangkan pendidikan holistic juga
Terlepas dari mana istilah pendidikan holistik itu dimunculkan, yang
pasti bahwa pendidikan holistik adalah bagian dari filsafat pendidikan, yang didasarkan
pada premis bahwa setiap manusia diyakini akan dapat dan berusaha menemukan
jati diri, makna, dan tujuan hidup dalam bermasyarakat, berbangsa, bernegara,
beralam dunia, dan akan dapat berikhtiar menemukan nilai-nilai kemanusiaan
seperti perhatian, kasih sayang dan perdamaian. Filsafat pendidikan holistik bertujuan
menggali dari setiap orang potensi jati diri dan kemampuan untuk mengasih-sayangi
sesame, plus kecintaan untuk terus menerus belajar dan mempelajari ilmu
pengetahuan. Definisi ini sejalan dengan Mr. Ron Miller, tokoh pertama yang memprakarsai
jurnal Holistic Education Review, seperti yang diungkap dalam situs http://en.wikipedia.org/wiki/Holistic_education.
Dr. Tri Budhi Sastrio, pakar pendidikan dari Universitas
Pelita Harapan (UPH) Surabaya, menyebutkan Scott H. Forbes dan Robin Ann Martin
dalam sebuah makalah – berjudul What Holistic Education Claims About Itself:
An Analysis of Holistic Schools’ Literature - yang dipresentasikan pada Konferensi
Tahunan Para Peneliti Pendidikan Amerika yang diselenggarakan pada bulan
April 2004 di San Diego, California, menegaskan bahwa jika seseorang mencoba
merunut asal muasal pendidikan holistik pasti akan menemui kesulitan karena
konsep ini pada dasarnya sudah ada sejak zaman dulu dan dapat ditemukan dalam
hampir semua konsep pendidikan yang salah satu daya pendorongnya adalah sikap
religius kemanusiaan.
Di Indonesia, lembaga pendidikan yang mengklaim (mengaku)
telah menerapkan konsep pendidikan holistik adalah memang lembaga pendidikan
milik tetangga (bersebelahan dengan kantor PP Muhammadiyah Jakarta), atau
lembaga pendidikan yang mengelola Universitas Pelita Harapan (UPH) Jakarta yang
berlokasi di Karawaci Tangerang Banten. PTS
yang disponsori oleh konglomerat kelompok “Indo” (Indofood, Indosat, Indomobil, Indocemen,
Indoline, Indosiar, Indolife, Indomie, dan Indo-indo lainnya) ini berdiri pada
tahun 1999 (tahun ajaran 2000-2001). Pengakuan ini kemudian dipertegas dalam sesi
seminar "Gereja dan Pendidikan" pada Konferensi Gereja dan Masyarakat
VIII 2008 yang digelar pada tanggal 18 November 2008 di Cipayung (Bogor
Jawa Barat),diprakarsai oleh Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), yang
hasilnya antara lain mengharuskan Gereja menerapkan system pendidikan holistik
di semua jenjang kependidikannya.
Di samping tetangga, lembaga pemerhati pendidikan holistik
lain yang ada di Indonesia yaitu Anand Ashram, Bapak Anand Krishna yang
didirikan pada tanggal 21 Februari 2002 di Bogor. Melalui Institut Pendidikan Holistik (IPH), Anand Ashram menerapkan metode pendidikan
holistic dalam program-program/fakultas-fakultasnya. IPH memiliki sejumlah
program/fakultas, yang telah berjalan sekarang ada dua. Pertama, Medona yang
merupakan program Online di egroup Friends of Anand Krishna dan website
Anand Ashram. Kedua, program untuk para guru/pendidik, Mengajar Tanpa Diajar
Stress (MTDS) dalam bentuk website juga.
Bagi Muhammadiyah, holistik hanyalah sebuah istilah yang
mengiringi perkembangan dan dinamika pemikiran seputar kependidikan. Dari mana
dan siapa yang memulai memakainya, lembaga apa dan punya siapa yang mengawali
mengembangkannya, bagi Muhammadiyah tidak ada masalah dan tidak akan
mempermasalahkan. Melalui RPJP yang
belum lama (18 November 2021) diluncurkan, Madikdasmen PP Muhammadiyah
sebagai lembaga pengendali
pendidikan dasar dan menangah Muhammadiyah membuka lebar-lebar pintu
kependidikan. Selama pemikiran dan perbuatan itu dapat secara maksimal
dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan mencerdaskan anak bangsa, maka Muhammadiyah
selalu siap meniru dan ditiru, siap menyontoh dan memberi contoh, siap
meneladani dan diteladani.
Kader Muhammadiyah (AMM), dalam konteks pendidikan bersemboyan “pelopor, pelangsung
dan penyempurna”. Dapat dipahami,
bahwa sebagai pelopor, dimaknakan
menjadi subjek; menjadi pemikir, penggagas, pemrakarsa, inisiator, dan yang
semakna. Sebagai pelangsung, dapat diterjemahkan kader Muhammadiyah bertugas
sebagai pelanjut gagasan, penerjemah dan pelaksana pemikiran pihak lain yang berbuah
positif. Sebagai penyempurna, dapat diartikan siap melayani, menservis,
memperbaiki, dan meningkatkan daya guna dan kualitas. Jadi memang, pendidikan
Muhammadiyah membentuk manusia yang serba siap; siap dididik dan mendidik, siap
dipimpin dan memimpin, siap disuruh dan menyusuh, siap melahirkan gagasan dan
siap pula mengikuti gagasan positif. Dalam hal holistik juga demikian. Jika
pemikiran pendidikan holistik itu digagas dan atau dilahirkan oleh pihak lain,
Muhammadiyah telah, sedang, dan akan terus menyiapkan diri menjadi pelangsung
dan penyempurna pemikiran holitik, sehingga dapat ditemu-rumuskan penyelenggaraan
pendidikan holistik gaya Muhammadiyah.
(Noor Chozin Agham, Anggota Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, dosen tidak tetap di UHAMKA dan UMT Indonesia).
Komentar
Posting Komentar