ISLAM YANG SEBANAR-BENARNYA GAYA MUHAMMADIYAH

Menurut Muhammadiyah – seperti yang disinyalir dalam MKCH Muhammadiyah - bahwa Islam yang sebenar-benarnya adalah Islam sebagai agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul (Q.S. al-Syura: 13, Q.S. al-Baqarah: 136). Artinya, bahwa agama yang dibawa oleh para Nabi yang berkedudukan sebagai Rasulullah,  sejak Nabi Adam a.s. hingga Nabi Isa a.s. adalah agama Islam. Dengan kata lain, ajaran yang dibawa oleh para Nabi, termasuk (dan khususnya Nabi Isa a.s.), adalah ajaran Islam, bukan ajaran (agama) Kristen, apalagi Yahudi, bukan. Hanya saja, agama atau ajaran Islam yang dibawa oleh para Nabi, Nabi Isa a.s. misalnya, yaitu ajaran Islam yang belum benar atau belum sebenar-benarnya, yakni masih belum sempurna. Inilah sebabnya, ajaran yang diwahyukan kepada Nabi akhir zaman; Muhammad Saw. adalah sebagai penyempurna, atau yang menyempurnakan ajaran Islam yang dibawa oleh para Nabi sebelumnya. Hal ini tercermin dalam al-Qur’an surat al-Maidah yang artinya:
Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam itu jadi agama bagimu, maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S. al-Maidah: 3)

Masih menurut Muhammadiyah, bahwa agama (ajaran) Islam yang diwayukan kepada para Nabi dan disempurnakan oleh Islam yang ditunrunkan kepada Nabi Muhammad Saw. tersebut, mengatur hubungan manusia dengan Khaliqnya dan hubungan manusia dengan sesama (Q.S. Ali Imran: 112), menjadi rahmat bagi semesta alam (Q.S. al-Anbiya: 107), yang menurut Muhammadiyah  terangkum dalam 4 bidang, yaitu (1) akidah, (2) akhlak, (3) ibadah, dan (4) mu'amalah duniawiyah, yang secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:

Akidah
Pengertian secara sederhana, akidah adalah keyakinan. Bagi orang Islam, tentu memiliki keyakinan yang menjadi prinsip hidup dan kesadaran imani berupa tauhid yang benar, ikhlas, dan penuh ketundukkan sehingga terpancar sebagai lbad al-rahman (Q.S. al-Furqan: 63-77) yang menjalani kehidupan sehingga menjadi mukmin, Muslim, muttaqin, dan muhsin yang paripurna. Setiap Muslim wajib menjadikan iman (Q.S. al-Nisa: 136) dan tauhid (Q.S. al-Ikhlash: 1 s.d.4) sebagai sumber seluruh kegiatan hidup, tidak boleh mengingkari keimanan berdasarkan tauhid itu, dan tetap menjauhi serta menolak syirk, takhayul, bid'ah, dan khurafat yang menodai iman dan tauhid kepada Allah Subhanahu Wata'ala (Q.S. al-Baqarah: 105, 221; Q.S. Q.S. al-Nisa: 48; Q.S. al-Maidah: 72; Q.S. al-`An'am: 14, 22 s.d.23, 101, 121; Q.S. al-Taubah: 6, 28, 33; Q.S. al-Hajj: 31; Q.S. Luqman: 13 s.d.15).
Dengan beragama Islam maka setiap Muslim memiliki dasar/landasan hidup Tauhid kepada Allah (Q.S. al-Ikhlash: 1-4), fungsi/peran dalam kehidupan berupa ibadah (Q.S. al-Dzariyat: 56), dan menjalankan kekhalifahan (Q.S. al-Baqarah: 30; Q.S. al-An'am: 165; Q.S. al-A`raf: 69, 74; Q.S. Yunus: 14, 73; Q.S. al-Shad: 26), dan bertujuan untuk meraih Ridha serta Karunia Allah SwT (Q.S. al-Fath: 29). Islam yang mulia dan utama itu akan menjadi kenyataan dalam kehidupan di dunia apabila benarbenar diimani, difahami, dihayati, dan diamalkan oleh seluruh pemeluknya (orang Islam, umat Islam) secara total atau kaffah (Q.S. al-Baqarah: 208) dan penuh ketundukan atau penyerahan diri (Q.S. al-An'am: 161-163).

Akhlak
Setiap umat Islam dituntut untuk meneladani perilaku Rasulullah Saw. dalam mempraktikkan akhlak mulia (Q.S. al-Qalam: 4), sehingga menjadi uswah hasanah (Q.S. al-Ahzab: 21) yang diteladani oleh sesama berupa sifat sidiq, amanah, tabligh, dan fathanah, dituntut agar dalam melakukan amal dan kegiatan hidup senantiasa didasarkan kepada niat yang ikhlas (Q.S. al-Bayyinah: 5) dalam wujud amal-amal shalih dan ihsan, serta menjauhkan diri dari perilaku riya’, sombong, ishraf, fasad, fahsya, dan kemunkaran, dituntut untuk menunjukkan akhlaq yang mulia (akhlaq al-karimah) sehingga disukai/diteladani dan menjauhkan diri dari akhlaq yang tercela (akhlaq al-madzmumah) yang membuat dibenci dan dijauhi sesama.
Termasuk akhlak yang baik, yaitu bekerja dan menunaikan tugas maupun dalam kehidupan sehari-hari benar-benar menjauhkan diri dari perbuatan korupsi dan kolusi serta praktik-praktik buruk lainnya yang merugikan hak-hak publik dan membawa kehancuran dalam kehidupan di dunia ini.
Menurut PHIW Muhammadiyah, bahwa dengan pengamalan Islam yang sepenuh hati dan sungguh-sungguh, maka terbentuk manusia Muslimin yang memiliki sifat-sifat utama:
a. Kepribadian Muslim, seperti tergambar dalam Q.S. al-Baqarah: 112, 133, 136, 256; Q.S. Ali Imran: 19, 52, 82, 85; Q.S. al-Nisa: 125, 165, 170; Q.S. al-Maidah: 111, Q.S. al-An'am: 163; Q.S. al-Araf: 126; Q.S. al-Taubah: 33; Q.S. Yunus: 72, 84, 90; Q.S. Hud: 14; Q.S. Yusuf: 101; Q.S. al-Nahl: 89, 102; Q.S. al-Syuura: 13; Q.S. al-Shaf: 9; Q.S. al-Mu'minun: 1-11),
b. Kepribadian Mu'min, seperti yang tercermin dalam Q.S. al-Baqarah: 2-4, 213 s.d. 214, 165, 285; Q.S. Ali Imran: 122 s.d. 139; Q.S. al-Nisa: 76; Q.S. al-Taubah: 51, 71; Q.S. Hud: 112 s.d. 122; Q.S. al-Mu'minun: 1 s.d. 11; Q.S. al-Hujarat: 15.
c. Kepribadian Muhsin dalam arti berakhlak mulia, dalilnya yaitu Q.S. al-Baqarah: 58, 112; Q.S. an-Nisa: 125; Q.S. al-`An'am: 14; Q.S. al-Nahl: 29, 69, 128; Q.S. Luqman: 22;  Q.S. al-Shaffat: 113; Q.S. al-Ahqaf: 15.
d. Kepribadian Muttaqin, terjelaskan dalam Q.S. al-Baqarah: 2 s.d. 4, 177, 183; Q.S. Ali Imran: 17, 76, 102, 133 s.d. 134; Q.S. al-Maidah: 8; Q.S. al-'Araf: 26, 128, 156; Q.S. al-Anfal: 34; Q.S. al-Taubah: 8; Q.S. Yunus: 62 s.d. 64; Q.S. al-Nahl: 128; Q.S. al-Thalaq: 2 s.d. 4; Q.S. al-Naba: 31.
Sedangkan hubungannya dengan akidah, menurut PHIW Muhammadiyah disebutkan, yaitu bahwa setiap Muslim yang berjiwa mu'min, muhsin, dan muttaqin, yang paripuma itu dituntut untuk memiliki keyakinan (aqidah) berdasarkan tauhid yang istiqamah dan bersih dari syirk, bid'ah, dan khurafat; memiliki cara berpikir (bayani), (burhani), dan (irfani); dan perilaku serta tindakan yang senantiasa dilandasi oleh dan mencerminkan akhlaq al karimah yang menjadi rahmatan li-`alamin. Berdasarkan pada keyakinan, pemahaman, dan penghayatan Islam yang mendalam dan menyeluruh itu maka bagi segenap Muslim khususnya warga Muhammadiyah merupakan suatu kewajiban yang mutlak untuk melaksanakan dan mengamalkan Islam dalam seluruh kehidupan dengan jalan mempraktikkan hidup Islami dalam lingkungan sendiri sebelum menda’wahkan Islam kepada pihak lain. Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam maupun warga Muhammadiyah sebagai Muslim benar-benar dituntut keteladanannya dalam mengamalkan Islam di berbagai lingkup kehidupan, sehingga Muhammadiyah secara kelembagaan dan orang-orang Muhammadiyah secara perorangan dan kolektif sebagai pelaku da'wah menjadi rahmatan lil `alamin dalam kehidupan di muka bumi ini.

Ibadah
Setiap warga Muslim dituntut untuk senantiasa membersihkan jiwa/hati ke arah terbentuknya pribadi yang mutaqqin dengan beribadah yang tekun dan menjauhkan diri dari jiwa/nafsu yang buruk (Q.S. al-Syams: 5-8), sehingga terpancar kepribadian yang shalih (Q.S. al-Ashr: 3 dan Q.S. Ali Imran: 114) yang menghadirkan kedamaian dan kemanfaatan bagi diri dan sesamanya.
Ibadah menurut Muhammadiyah, dalam istilah fikih, disebut dengan ibadah mahdhah, ibadah khusus atau ibadah yang muwaqqat, yang bentuk dan waktu pelaksanaan telah ditetapkan berdasarkan contoh dari Rasulullah Saw. yang digambarkan lewat hadits-hadits yang shahih al-maqbulah. Karenanya, ibadah dalam persepsi Muhammadiyah tidak memerlukan ijtihad, tidak memerlukan tambahan atau pengurangan. Jadi, berbeda dengan ibadah dalam persepsi ilmu fikih yang membaginya dengan bermacam-macam ibadah, yang tersimpul dalam ibadah ghair mahdhah atau ibadah umum.
Oleh karena itu, umat Islam khususnya warga Muhammadiyah diwajibkan beribadah dengan sebaik-baiknya dan menghidup suburkan amal nawafil (ibadah sunnah) yang juga berdasarkan (sesuai dengan) tuntunan Rasulullah serta menghiasi diri dengan iman yang kokoh, ilmu yang luas, dan amal shalih yang tulus sehingga tercermin dalam kepribadian dan tingkah laku yang terpuji.

Mu’amalah Duniawiyah
Permasalahan mu’amalah duniawiyah, dalam Muhammadiyah dipisahkan dengan persoalan ibadah. Karena memang dalam hal mu’amalah duniawiyah ini dipandang sangat membutuhkan pemikiran dan ijtihad, sedangkan masalah ibadah menurut Muhammadiyah – seperti tersebut di atas – terkesan kaku, tidak membutuhkan ijtihad). Perbedaan ini dimaksudkan untuk mempertegas bahwa permasalahan ibadah dalam Muhammadiyah adalah permasalahan hablun minallah, sedangkan permasalahan mu’amalah duniawiyah adalah persoalan hablun minannas (Q.S. Ali Imran: 112). Walau esensitasnya dalam kehidupan tidak bisa dipisahkan, tetapi dalam prakteknya jelas perlu dibedakan.
Jadi, prihal mu’amalah duniawiyah, bagi setiap Muslim khususnya warga Muhammadiyah diharapkan selalu menyadari dirinya sebagai abdi dan khalifah di muka bumi (Q.S. al-Baqarah: 30), sehingga memandang dan menyikapi kehidupan dunia secara aktif, inovatif, dan positif (Q.S. Shad: 27) serta produktif, tidak menjauhkan diri dari pergumulan kehidupan (Q.S. al-Qashash: 77) tentu dengan landasan akidah atau iman, akhlak mulia, dan ibadah. Untuk maksud ini, tentunya setiap Muslim atau setiap warga Muhammadiyah disenantiasakan untuk selalu berpikir secara burhani, bayani, dan irfani yang mencerminkan cara berpikir yang dapat membuahkan karya-karya pemikiran maupun amaliah yang mencerminkan keterpaduan antara orientasi habluminallah dan habluminannas serta maslahat bagi kehidupan umat manusia, yang tentunya mengharuskan semua untuk mempunyai etos kerja Islami, seperti: kerja keras, disiplin, tidak menyia-nyiakan waktu, berusaha secara maksimal/optimal untuk mencapai suatu tujuan (Q.S. Ali Imran: 142; dan Q.S. al-Insyirah: 5-8).
 Dalam kehidupan di dunia kini menuju kehidupan di akhirat nanti pada hakikatnya Islam yang serba utama itu benar-benar dapat dirasakan, diamati, ditunjukkan, dibuktikan, dan membuahkan rahmat bagi semesta alam sebagai sebuah manhaj kehidupan (sistem kehidupan) apabila sungguh-sungguh secara nyata diamalkan oleh para pemeluknya. Dengan demikian Islam menjadi sistem keyakinan, sistem pemikiran, dan sistem tindakan yang menyatu dalam diri setiap Muslim dan kaum Muslimin sebagaimana menjadi pesan utama risalah da'wah Islamiyah.
Da'wah Islam sebagai wujud menyeru dan membawa umat manusia ke jalan Allah (Q.S. Yusuf: 108) pada dasarnya harus dimulai dari orang-orang Islam sendiri sebagai pelaku da'wah (ibda binafsika) sebelum berda’wah kepada orang/pihak lain. Hal ini sesuai dengan seruan Allah: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa neraka....” (Q.S. al-Tahrim: 6). Upaya untuk mewujudkan Islam yang sebenar-benarnya dalam kehidupan yang perlu dilakukan melalui da'wah tersebut, yaitu mengajak kepada kebaikan (amar ma’ruf), mencegah kemunkaran (nahyu munkar), atau mencegah kemunkaran sekaligus memberi alternatif pada kebaikan, dan mengajak untuk beriman (tu'minuna billah) guna terwujudnya umat yang sebaik-baiknya yang dalam al-Qur’an disebut khairu ummah seperti yang tercermin dalam Q.S. Ali Imran: 104, 110.
(Disadur dari Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ISLAM BERKEMAJUAN GAYA MUHAMMADIYAH

MELACAK SEJARAH KELAHIRAN IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH (IMM)

ISLAM NUSANTARA (NU) DAN ISLAM BERKEMAJUAN (MUHAMMADIYAH)