PENEGASAN AL-QUR'AN BAHWA POLIGAMI HANYA UNTUK NABI



PENEGASAN AL-QUR’AN
BAHWA POLIGAMI HANYA UNTUK NABI

Oleh: Noor Chozin Agham
 


Q.S. at-Tahrim ayat 1 :


Artinya:
Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Q.S. al-Tahrim : 1)

            Terlepas dari konteks apa yang ditekankan dalam Q.S. al-Tahrim ayat 1 di atas, dalam kesempatan ini, penulis hanya ingin menunjukkan bahwa istilah azwaaja (jamak/plural) dalam al-Qur’an yang bermakna atau yang menggambarkan poligami yaitu apabila istilah plural tersebut (azwaaja) berhubungan dan atau disandarkan dengan kata ganti (dhamir) tunggal, misalnya azwaajii yang berarti istri-istri saya, azwaajahu (istri-istri dia), dan azwaajaka (istri-istri Anda). Sedangkan istilah tersebut (azwaaja) jika dikaitkan dengan dhamir li al-jam’i (kata ganti plural) seperti azwaajinaa, azwaajahum, azwaajahunna, dan azwaajakum, secara nahwiyah jika diterjemahkan dengan istri-istri, tidak berarti menunjukkan banyak istri (poligami), karena memang bersandar pada dhamir plural (naa, hum, hunna dan kum). Istilah azwaajakum misalnya, terjemahnya bukan istri-sitri Anda (tunggal), tetapi istri Anda masing-masing, yang berarti pula masing-masing diri Anda memunyai istri tunggal.
           
Q.S. al-Ahzab : 6







Artinya:
Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmim dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). adalah yang demikian itu Telah tertulis di dalam Kitab (Allah). (Q.S. al-Ahzab : 6)

Q.S. al-Ahzab : 33:






Artinya:
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.  (Q.S. al-Ahzab : 33)

Ayat ini, secara tegas membedakan kedudukan para istri Nabi dengan istri orang Indonesia atau orang manapun juga. Mereka, yang kala itu berada dalam lingkungan Jahjiliyah, tidak boleh keluar dan tidak boleh dandan (menghias diri).

Q.S. al-Ahzab Ayat 49 :





Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, Kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya, maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya, maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya. (Q.S. al-Ahzab : 49)

Q.S. al-Ahzab : 49 ini dimanfaatkan oleh para pecandu poligami (poligini) untuk mengklaim bahwa poligami disunnahkan dan diungkap keberadaannya dalamm al-Qur’an. Padahal, ayat ini kalau diterjemahkan secara etimologis (berdasarkan Nahwu-Sharaf), yaitu begini : Hai orang-orang yang beriman, apabila Anda semua menikahi Mukminat (perempuan-perempuan yang beriman)...   Maksudnya, bukan Anda (seorang diri) menikahi banyak perempuan beriman (poligami), tetapi Anda (seorang diri) menikahi perempuan beriman (seorang diri juga, dari banyak perempuan beriman yang ada).

Q.S. al-Ahzab : 50 :










Artinya:
Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang Telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya kami Telah mengetahui apa yang kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. al-Ahzab : 50)
Di awal ayat 50 surat al-Ahzab tersebut secara tegas menyebutkan ”... Hai Nabi, ... Kami telah menghalalkan bagimu istri-istri”.  Dengan penegasan lain, kata istri-istri (poligini) hanya dihalalkan untuk Nabi. Khithabah ayat ini jelas pula, untuk Nabi bukan untuk yang lainnya. Kata yang digunakan Allah Swt. pun, yaitu ”la-ka (untuk Anda, wahai Nabi) bukan ”la-kum (untuk Anda semua), atau ”azwaaja-ka (istri-istri Anda wahai Nabi) bukan ”azwaaja-kum (istri-istri Anda semua, atau istri Anda masing-masing).
 Penegasan bahwa istri-istri (yang berarti poligami) dipastikan hanya untuk Nabi, karena tidak terdapat lagi kalimat azwaja (istri-istri) dalam al-Qur’an yang langsung berhubungan dengan dhamir (kata ganti) ka (Anda seorang diri) selain untuk Nabi. Ya, karena – selain untuk Nabi – al-Qur’an menyebutnya dengan dhamir kum (Anda semua), yang apabila dikaitkan dengan kata azwaaja menjadi azwaaja-kum yang berarti istri-istri Anda semua atau tepatnya – sekali lagi – istri Anda masing-masing.
Dengan kata lain, bahwa perbedaan yang Allah Swt. gambarkan dalam penggunaan dhamir, antara dhamir ka dan dhamir kum yang menyertai kalimat azwaaja, menunjukkan bahwa kata azwaajan dalam al-Qur’an yang dapat dipahami dengan poligami (istri-istri) yaitu azwaajaan yang dirangkaikan dengan dhamir ka  menjadi azwaaja-ka (istri-istri Anda) bukan dengan dhamir kum (dalam bahasa Indonesia berarti kalian/anda semua) yang dimaksud adalah Nabiyullah, Nabi Allah, termasuk Sayyidina Muhammad Saw. 

Q.S. al-Ahzab : 53 :











Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah. (Q.S. al-Ahzab : 53)

Q.S. al-Taghaabun: 14 :




Artinya:
Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah terhadap mereka. Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. al-Taghabun:14)

Ayat ini jika dipahami dengan nafsu, jelas memberi isyarat bahwa berpoligini itu ada dalam al-Qur’an untuk orang yang beriman selain Nabi Saw. Namun, jika ayat itu kita pahami secara jernih, hati yang tulus dan pemikiran yang cemerlang, tentu tidak akan semudah itu memahami ayat tersebut. Paling tidak, seharusnya kita melihat kenapa dalam ayat itu dikatakan atau menggunakan kata azwaaji... (pakai bentuk plural atau jamak yang berarti istri-sitri). Ya, karena ayat itu diawali dengan : Yaa ayyuhalladziina aamanuu..., yang secara jelas menunjukkan plural atau jamak juga, yang berarti orang-orang yang beriman. Begitu juga dengan kata azwaaji + kum. Kata atau istilah (dhamir) ”kum” di sini artinya adalah kamu semua atau Anda sekalian. Jadi, untuk mengartikan azwaajikum, berdasarkan kaidah bahasa semuanya dimaknakan dengan plural atau jamak, menjadi ”istri-istri Anda semua” (istri Anda masing-masing), bukan dengan ”istri-istri Anda” (seperti yang dipahami oleh mereka yang menghalalkan poligami), melainkan, ya, itu tadi, istri-istri Anda semua, atau istri Anda-istri Anda, atau gampangnya; Istri Anda masing-masing.

Q.S. al-Furqan : 74 :


Artinya:

Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Q.S. al-Furqan : 74)

            Q.S.al-Furqan ayat 74 tersebut, oleh para pelaku poligami dianggap sebagai do’a milik mereka.  Paling tidak, mereka mengatakan bahwa bukti keberadaan dan kebolehan poligami dalam al-Qur’an yaitu karena ayat 74 dari al-Qur’an surat al-Furqan ini menggambarkan do’a, memohon kepada Allah Swt. supaya menganugerahkan istri-istri (azwaajinaa) dan keturunan sebagai penyejuk dan menyenangkan hati. Kalimat ; Rabbanaa hab lanaa min azwaajinaa... (ya Tuhan kami, anugerahkanlah istri-istri kami...).  Padahal, ayat ini tidak ada kaitan dengan do’a fardhiyah (sendirian) untuk orang yang beristri banyak (poligami). Do’a ini adalah do’a yang seharusnya dibacakan seorang imam atau pemimpin, yang jika diterjemahkan secara tepat menjadi : Wahai Tuhan kami (kita), anugerahilah kepada istri kami (kita) masing-masing keturunan yang dapat membahagiakan kami (kita)... Nah, jadi, ini bukan do’a buat seorang lelaki yang bersitri banyak (poligami), bukan, tetapi do’a untuk kita semua yang masing-masing dari kita memunyai istri.
Dari gambaran di atas, jelaslah bahwa poligami atau kata ”azwaajaa” (istri-istri yang dinisbatkan pada seorang diri) hanya terdapat pada ayat al-Qur’an yang ditujukan kepada Nabi. Selain untuk Nabi, al-Qur’an menyebutkan dengan azwaajakum, yang berarti istri Anda semua atau istri Anda masing-masing, bukan istri-istri Anda.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ISLAM BERKEMAJUAN GAYA MUHAMMADIYAH

MELACAK SEJARAH KELAHIRAN IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH (IMM)

Peng-HARAM-an POLIGAMI (KAJIAN FIKIH & USHUL FIKIH)‎